Banua Tv, Samarinda – Penonaktifan Kepala SMAN 10 Samarinda, Fathur Rachim, menimbulkan tanda tanya terkait aspek legalitas keputusan tersebut.
Fathur menyebut langkah penonaktifan dilakukan secara mendadak tanpa adanya pemberitahuan resmi sebelumnya.

Menurut Fathur, alasan utama yang digunakan untuk menonaktifkannya adalah dugaan ketidakpatuhan terhadap putusan Mahkamah Agung. Namun, ia menekankan bahwa keputusan tersebut diambil oleh pejabat berstatus Pelaksana Tugas (Plt), bukan pejabat definitif.
Hal ini menimbulkan pertanyaan hukum, mengingat Fathur sebelumnya diangkat melalui Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Timur.
“Kebijakan ini tidak didasarkan pada proses yang jelas dan transparan,” ujar Fathur saat dikonfirmasi.
Ia juga menambahkan bahwa langkah ini telah menimbulkan kegelisahan di lingkungan sekolah serta perhatian dari berbagai pihak, termasuk pengamat hukum dan tokoh masyarakat yang mempertanyakan keabsahan keputusan tersebut.
Meski demikian, Fathur mengaku tidak ingin memperpanjang konflik. Ia menyatakan akan tetap mengedepankan kepentingan lembaga pendidikan.
“Saya ingin menjaga stabilitas dan keharmonisan di SMAN 10. Pencapaian program Garuda Transformasi adalah hasil kerja keras kolektif yang tidak boleh ternodai oleh polemik jabatan,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur terkait penonaktifan tersebut.