Banua Tv, Samarinda- Terkait pelaporan yang dilayangkan Bubuhan Advokat Kaltim ke Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim, Dua anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, yakni Wakil Ketua Andi Satya Adi Saputra dan Sekretaris M Darlis Pattalongi akhirnya angkat suara.

Laporan tersebut menyoroti dugaan pelecehan profesi advokat yang terjadi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), yang membahas permasalahan tunggakan gaji pegawai Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda.
Dalam penjelasan resminya, Andi Satya menegaskan proses RDP yang diselenggarakan oleh Komisi IV DPRD Kaltim telah dijalankan sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku, termasuk dalam hal pengiriman undangan kepada pihak terkait.
Menurutnya, undangan kepada manajemen RSHD sudah dikirimkan jauh hari sebelum pelaksanaan rapat, guna memastikan kehadiran pihak-pihak yang berkepentingan dalam forum tersebut.
“Undangan resmi sudah kami layangkan sejak hampir dua minggu sebelum rapat digelar. Jadi tidak ada alasan untuk tidak hadir, apalagi rapat ini membahas hak-hak karyawan yang sudah cukup lama menunggu kejelasan,” ujar Andi Satya.
Ia juga membantah tudingan, forum tersebut digunakan untuk melecehkan profesi advokat. Menurutnya, pimpinan rapat justru telah menunjukkan sikap profesional dengan tetap memberi kesempatan kepada kuasa hukum untuk menyampaikan pendapat, bahkan mempersilakan untuk meninggalkan forum dengan cara yang baik saat terjadi ketegangan.
“Kami tidak mengusir secara kasar. Justru kami menghormati kehadiran kuasa hukum tersebut, namun kami juga harus patuh pada aturan. Forum RDP di DPRD adalah bagian dari kewenangan lembaga legislatif yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam hal ini, DPRD memiliki hak imunitas dan tata tertib sendiri yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang hadir,” jelasnya.
Andi menekankan, RDP bukanlah ruang untuk beradu argumen hukum, melainkan wadah untuk mencari solusi konkrit atas masalah yang dihadapi masyarakat, khususnya terkait keterlambatan pembayaran gaji pegawai RSHD.
Ia menilai ketidakhadiran pihak manajemen dalam rapat sangat disayangkan, karena persoalan utama menyangkut tanggung jawab institusi, bukan semata urusan hukum.
“Tujuan RDP adalah untuk menggali solusi langsung dari pihak manajemen. Karena banyak pegawai menyatakan bahwa manajemen RSHD seharusnya berada di Samarinda. Ketidakhadiran mereka justru memperlambat penyelesaian masalah. Maka dari itu, kami memutuskan untuk tidak melanjutkan rapat dengan pihak yang tidak termasuk dalam daftar undangan resmi,” tegasnya.
Ia menambahkan, kehadiran kuasa hukum saja tidak cukup untuk mengambil keputusan penting, sebab yang dibutuhkan dalam forum tersebut adalah kehadiran langsung dari manajemen RSHD, sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan rumah sakit, dan hubungan kerja dengan para karyawan.
“Ke depan, kami minta manajemen hadir langsung, bukan hanya mengirim kuasa hukum. Forum DPRD bukan tempat untuk menghindar dari tanggung jawab publik. Jika mereka benar-benar ingin menyelesaikan persoalan ini secara transparan, mereka harus bersedia duduk bersama,” tambahnya.
Sementara itu, M Darlis Pattalongi menilai ketidakhadiran manajemen RSHD dalam rapat menunjukkan kurangnya itikad baik untuk menyelesaikan masalah secara terbuka.
Ia menyayangkan yang datang ke forum justru hanya kuasa hukum, tanpa satu pun perwakilan resmi dari pihak manajemen.
“Kami bukan menolak kehadiran pengacara, tapi dalam forum yang membahas hubungan kerja dan manajemen, keberadaan pihak yang bisa mengambil keputusan mutlak diperlukan. Kalau manajemen hadir bersama kuasa hukum, tentu akan kami terima. Tapi ini hanya kuasa hukum sendirian, jadi sangat tidak relevan,” ujar Darlis.
Ia menegaskan keputusan untuk meminta kuasa hukum meninggalkan forum adalah langkah yang diambil untuk menjaga tata tertib serta efektivitas rapat, bukan karena adanya niat merendahkan profesi hukum.
Baginya, kehadiran pengacara seharusnya bersifat mendampingi, bukan menggantikan posisi pengambil keputusan utama dari pihak manajemen.
Terkait adanya laporan dari Bubuhan Advokat Kaltim ke BK DPRD, Darlis menegaskan dirinya siap menghadapi seluruh proses yang akan berjalan. Namun ia juga mengkritik pemahaman sebagian advokat yang menurutnya tidak memahami tata beracara dalam lembaga legislatif.
“Saya menghormati hak mereka untuk melapor, itu adalah bagian dari proses demokrasi. Tapi kalau mereka mengaku paham hukum, mereka juga harus paham bagaimana prosedur kerja dan etika dalam forum resmi DPRD. Ini bukan pengadilan, ini ruang dialog antar lembaga dan masyarakat,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan, kelanjutan RDP terkait persoalan RSHD Samarinda akan ditentukan melalui rapat internal Komisi IV.
Ia enggan memutuskan sendiri apakah RDP akan digelar kembali, karena keputusan tersebut harus berdasarkan pertimbangan dan kesepakatan seluruh anggota komisi.
“Keputusan bukan di tangan saya pribadi. Kami akan bicarakan lagi bersama anggota Komisi IV apakah perlu digelar kembali atau tidak. Yang jelas, kami tetap terbuka terhadap penyelesaian masalah ini, selama prosesnya berjalan sesuai mekanisme dan disertai itikad baik dari semua pihak,” pungkasnya.
Dengan pernyataan resmi dari kedua anggota Komisi IV tersebut, DPRD Kaltim berharap publik dapat melihat duduk perkara secara lebih objektif, serta memahami keberlangsungan forum legislatif harus tetap dijaga berdasarkan aturan dan etika lembaga.