Banua Tv, Samarinda – Polemik penjualan seragam sekolah di lingkungan pendidikan Kaltim kembali mencuat, namun kali ini berimbas pada sorotan terhadap tata kelola koperasi sekolah. Pernyataan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalimantan Timur yang menegaskan pelarangan penjualan seragam justru membuka dugaan persoalan baru yang lebih dalam.
Sekretaris JAGA Rakyat Kaltim, Sapta Guspiani, menilai bahwa isu ini tak sekadar menyangkut administrasi penjualan seragam, melainkan menunjukkan masalah mendasar dalam pengelolaan koperasi sekolah. Ia mencontohkan kasus di SMA Negeri 10 Samarinda sebagai bentuk nyata yang perlu mendapat perhatian serius.

“Yang kami lihat di lapangan, bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi juga potensi konflik kepentingan. Ketua koperasi ternyata juga menjabat sebagai Plt Kepala Sekolah,” ujarnya kepada media.
Sapta mengungkapkan, struktur pengurus koperasi di sekolah tersebut bahkan diduga melibatkan relasi keluarga, seperti pasangan suami-istri yang menjabat sebagai pengawas dan bendahara dalam waktu yang bersamaan. Kondisi ini dianggap rawan penyalahgunaan kewenangan dan bertentangan dengan prinsip koperasi yang sehat.
“Jika tak segera ditata, koperasi bisa berubah menjadi instrumen kekuasaan alih-alih wadah kesejahteraan warga sekolah,” tegasnya.
Ia juga merujuk laporan dari Inspektorat yang menyebutkan adanya potensi benturan kepentingan. Salah satu rekomendasi dari hasil pemeriksaan itu adalah pelarangan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menduduki posisi pengurus koperasi sekolah. Namun, menurut Sapta, hingga kini belum ada tindak lanjut yang jelas dari rekomendasi tersebut.
Selain itu, JAGA Rakyat Kaltim mempertanyakan transparansi kinerja koperasi. Sapta menyebut bahwa permintaan laporan pertanggungjawaban tak direspons, bahkan Ketua Koperasi mangkir dari undangan rapat klarifikasi tanpa memberikan alasan.
Terkait klaim Ketua Koperasi yang menyatakan dirinya tak pernah diajak diskusi, Sapta memberikan bantahan. Ia menyebut komunikasi sudah dilakukan baik secara informal maupun formal, bahkan ada bukti percakapan WhatsApp yang menunjukkan Kepala Sekolah pernah menegur langsung Ketua Koperasi.
“Jadi jika dikatakan tidak pernah ada diskusi, itu tidak sesuai fakta,” tegasnya.
Masalah lain yang disoroti adalah soal keanggotaan koperasi. Sapta menyebut, ada mantan guru dan staf yang masih tercatat sebagai anggota, meskipun telah pensiun atau berpindah tugas.
“Keanggotaan koperasi seharusnya bersifat aktif dan sukarela. Kalau sudah tidak berada di lingkungan kerja, mestinya hak dan kewajibannya juga berakhir,” ujarnya.
Dengan berbagai temuan itu, JAGA Rakyat Kaltim mendesak Disdikbud Kaltim dan lembaga pengawas lainnya untuk segera melakukan penataan menyeluruh terhadap koperasi sekolah.
“Larangan penjualan seragam saja belum menyentuh akar persoalan. Kalau tidak segera dibenahi, koperasi sekolah bisa menjadi celah baru terjadinya penyimpangan dalam dunia pendidikan,” pungkasnya.