Banua Tv, Samarinda – Di tengah derasnya arus pembangunan di Kalimantan Timur sebagai calon ibu kota negara, dua isu strategis kembali mencuat ke permukaan: Upah Minimum Regional (UMR) dan alokasi dana Corporate Social Responsibility (CSR). Meski sering dibahas dalam berbagai forum, penerapannya di lapangan masih menyisakan banyak tanda tanya. Apakah benar-benar sudah berpihak pada buruh? Apakah masyarakat kecil sudah merasakan manfaat nyata dari dana CSR?

Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriansyah Riduan, tampil dengan sikap tegas dan kritis dalam menyikapi dua hal tersebut. Saat ditemui awak media pada Kamis (17/4/2025), politisi muda ini menyampaikan langkah-langkah yang akan dilakukan DPRD Kaltim, khususnya oleh Komisi IV, untuk memastikan bahwa kebijakan UMR dan CSR benar-benar memberikan keadilan sosial bagi masyarakat.
UMR: Verifikasi dan Koordinasi Lintas Komisi
Agusriansyah menekankan bahwa isu UMR tidak bisa dipandang sebelah mata, karena menyangkut langsung pada nasib ribuan pekerja di Kalimantan Timur. Ia menyebutkan bahwa saat ini pihaknya tengah menyusun langkah konkret berupa verifikasi dan identifikasi data terkait upah, serta melakukan koordinasi lintas komisi untuk merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran.
“Terkait UMR, kami akan lakukan verifikasi dan identifikasi data, serta berkoordinasi lintas komisi. Ini penting karena persoalan ketenagakerjaan tidak bisa ditangani sepihak,” ungkapnya serius.
Langkah ini dinilai sangat penting mengingat adanya kemungkinan ketimpangan dalam penerapan UMR di berbagai sektor industri. Komisi IV, yang memang membidangi ketenagakerjaan dan kesejahteraan rakyat, ingin memastikan bahwa standar upah minimum benar-benar mencerminkan kondisi riil pekerja dan kebutuhan hidup layak.
Dana CSR: Infrastruktur Mendominasi, Rakyat Terabaikan?
Tak hanya soal upah, Agusriansyah juga menyoroti distribusi dana CSR perusahaan-perusahaan besar di Kalimantan Timur. Berdasarkan hasil analisis internal, ia menyebutkan bahwa sekitar 70 persen dana CSR saat ini masih terkonsentrasi pada pembangunan infrastruktur, seperti jalan dan gedung. Meski pembangunan fisik penting, namun hal tersebut sering kali tidak langsung menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
“CSR seharusnya menyentuh langsung masyarakat. Pelayanan sosial, kesehatan, dan pendidikan, ini yang seharusnya menjadi prioritas,” tegasnya.
Atas dasar itu, Komisi IV kini tengah melakukan kajian ulang terhadap Peraturan Daerah (Perda) tentang CSR. Tujuannya jelas: menggeser arah penggunaan dana ke sektor-sektor yang lebih esensial bagi kehidupan masyarakat, seperti pendidikan, layanan kesehatan, pemberdayaan perempuan, dan pengembangan UMKM.
Dorongan Menuju Keadilan Sosial
Langkah-langkah ini bukan tanpa tantangan. Agusriansyah menyadari bahwa perjuangan untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan dan keadilan sosial bukan hal yang instan. Diperlukan komitmen, kerja sama antar komisi di DPRD, serta keterlibatan aktif pemerintah daerah dan pelaku usaha.
Namun, ia tetap optimis bahwa perubahan dapat dimulai dari langkah kecil, seperti inisiatif verifikasi data UMR dan revisi Perda CSR yang saat ini tengah digodok.
“Kami tidak ingin hanya jadi penonton. Komisi IV akan terus berupaya memastikan bahwa kebijakan benar-benar menyentuh rakyat. Ini langkah awal untuk membangun Kaltim yang adil bagi semua,” pungkasnya.
Dengan komitmen yang ditunjukkan oleh anggota legislatif seperti Agusriansyah Riduan, harapan untuk melihat kebijakan yang lebih berpihak kepada buruh dan masyarakat bawah di Kalimantan Timur bukanlah hal yang mustahil. Kini, bola berada di tangan para pemangku kebijakan untuk menjawabnya dengan tindakan nyata.
