Banua Tv, Banjarmasin – Penjelasan Bank Kalsel mengenai terjadinya kesalahan penginputan yang membuat Rp5,1 triliun tercatat sebagai milik Pemerintah Kota Banjarbaru terus menjadi perhatian publik.
Meski pihak bank telah memberikan klarifikasi, sejumlah kalangan menilai persoalan ini membutuhkan penjelasan yang lebih komprehensif dan akurat.
Bank Kalsel sebelumnya menyampaikan bahwa kejadian tersebut dipicu oleh kekeliruan teknis di sistem internal, tepatnya pada penginputan kode Golongan Pihak Lawan (GPL).
Akibat kekeliruan itu, 13 rekening milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan senilai total Rp4,746 triliun sempat tercatat sebagai kepemilikan Pemerintah Kota Banjarbaru.
Belakangan juga dikonfirmasi bahwa dana tersebut merupakan milik Pemprov Kalsel, tersimpan dalam bentuk giro dan deposito, dengan nilai terbesar berupa deposito mencapai Rp3,9 triliun.
Namun klarifikasi itu justru dipertanyakan oleh akademisi dan pemerhati kebijakan publik, Dr. Muhammad Uhaib As’ad, M.Si, yang menilai penjelasan tersebut tidak logis dan tidak sejalan dengan standar profesionalitas lembaga perbankan.
“Masa bank seperti Bank Kalsel bisa salah input untuk uang triliunan? Ini bukan uang satu juta, dua juta. Anak kecil saja tahu ini seperti akal-akalan,” ujarnya.
Uhaib, yang juga Wakil Ketua Yayasan Pendidikan Bunga Kalimantan serta Sekretaris Eksekutif Yayasan Pendidikan Bina Ilmu STIMIK Indonesia Banjarmasin, menyebut penjelasan tersebut juga berdampak pada Pemerintah Kota Banjarbaru yang sempat disorot karena disebut memiliki dana jumbo tanpa dasar yang jelas.
“Kasihan Banjarbaru. Ibu Lisa Halaby harusnya protes keras. Kalau saya jadi Wali Kota, pasti saya tuntut, karena ini sama saja melecehkan Pemko Banjarbaru,” tegasnya.
Ia menilai bahwa kesalahan yang dijelaskan sebagai “salah input” tidak seharusnya terjadi pada sistem perbankan modern yang memiliki prosedur keamanan berlapis.
“Ini uang triliunan, kok bisa dibilang salah input? Ini cara-cara dungu di era keterbukaan seperti sekarang, wajar masyarakat sinis,” katanya.
Dalam kritiknya, Uhaib bahkan membandingkan insiden ini dengan praktik perbankan tradisional.
“Di kampung itu ada bank plecit untuk menggadaikan barang. Masa bank modern melakukan kesalahan seperti zaman jahiliyah? Tidak masuk akal, pegawainya harusnya profesional,” ungkapnya.
Karena zaman sekarang orang bicara akuntabilitas, bicara transparansi. Tapi masih saja ada cara-cara jahiliyah dilakukan di dalam perbankan,” tambahnya.
Uhaib juga mengemukakan kemungkinan bahwa alasan “salah input” hanya menjadi upaya meredam reaksi publik setelah muncul kehebohan mengenai dana tersebut.
“Kita tidak tahu apakah benar salah input atau sengaja dibuat begitu hanya untuk meredam protes publik,” ujarnya.
Selain itu, ia mendorong agar lembaga penegak hukum turut menelaah persoalan ini jika terdapat indikasi penyimpangan.
“Menurut saya, KPK perlu turun tangan, jangan-jangan ada indikasi korupsi. Saya juga sudah menghubungi teman-teman di KPK agar memeriksa pejabat yang terkait,” ungkapnya.
Dalam pandangannya, kesalahan administrasi bernilai besar tidak seharusnya terjadi jika sistem berjalan profesional.
“Uang triliunan tidak mungkin salah input begitu saja. Saya melihat ini seperti sandiwara saja. Sangat tidak masuk akal kalau benar-benar disebut salah input,” pungkasnya.


