Banua Tv, Banjarmasin – Universitas Lambung Mangkurat (ULM) kembali menegaskan perannya sebagai pusat kajian akademik dan isu-isu publik dengan menjadi tuan rumah Simposium Kebebasan Sipil 2025. Kegiatan berlangsung selama dua hari, di General Building ULM Banjarmasin, Senin (17/11/2025) hingga Selasa (18/11/2025).
Simposium ini merupakan rangkaian Program Basis (Building Enabling Environment and Strong Civil Society) yang didukung Uni Eropa, bekerja sama dengan YAPPIKA–ActionAid, PUSHAM ULM, dan Kementerian Sekretariat Negara RI. Sebanyak 62 esai ilmiah terpilih dari seluruh Indonesia dipresentasikan dalam forum tersebut.
Acara turut dihadiri berbagai tokoh nasional, antaranya Rektor ULM Prof. Dr. Ahmad Alim Bachri, Ketua Komnas HAM RI, Ketua Ombudsman RI, Direktur YAPPIKA, serta perwakilan Kanwil Hukum dan HAM, pejabat daerah, akademisi, jurnalis, dan para aktivis HAM dari berbagai wilayah. Keynote speaker pada simposium ini ialah Anis Hidayah (Ketua Komnas HAM) dan Jagat Patnaik (Kepala Regional AAI).
Rektor ULM Tekankan Peran Kampus Sebagai Ruang Aman Demokrasi
Rektor ULM Prof. Dr. Ahmad Alim Bachri menyambut baik kepercayaan yang diberikan kepada ULM sebagai mitra strategis penyelenggaraan simposium.
“ULM, sebagai institusi pendidikan tinggi, memiliki tanggung jawab moral dan intelektual untuk berkontribusi dalam penguatan masyarakat sipil. Kami membuka pintu seluas-luasnya bagi diskusi konstruktif seperti ini,” ujarnya dalam sambutan.
Ia menambahkan bahwa kegiatan akademik seperti ini penting untuk memperluas pemahaman mengenai kebebasan sipil dan persoalan HAM di Indonesia, termasuk isu pemenuhan hak pendidikan bagi mahasiswa berkebutuhan khusus.
Rektor juga menegaskan bahwa ULM merupakan kampus dengan jumlah mahasiswa disabilitas terbanyak kedua di Indonesia. Sebagian dari mereka menerima beasiswa dari perusahaan Bayan Resource Indonesia sebagai bentuk komitmen dalam pemenuhan inklusi pendidikan.
Tren Penurunan Demokrasi Jadi Sorotan
Ketua Pelaksana, Netty Herawati menyampaikan tren penurunan kualitas demokrasi Indonesia dalam satu dekade terakhir menjadi salah satu urgensi diselenggarakannya simposium ini.
“Ruang sipil menyempit melalui represi terhadap kebebasan berekspresi. Kita menyaksikan banyak kelompok rentan, perempuan, penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan kaum muda masih menghadapi diskriminasi struktural berpartisipasi dalam proses demokrasi,” ujarnya.
Namun, Netty menilai banyak kelompok masyarakat tetap menunjukkan resiliensi, mulai dari aktivis perempuan hingga komunitas adat dan organisasi mahasiswa.
Selama dua hari simposium, 63 peserta dari berbagai wilayah akan membahas strategi bersama memperluas ruang sipil yang inklusif dan demokratis.
Dorong Ruang Diskusi Akademik yang Berkelanjutan
Ketua PUSHAM ULM, Prof. Mirza Satria Buana menekankan bahwa Simposium Kebebasan Sipil 2025 merupakan ruang penting untuk mengumpulkan akademisi, peneliti, dan aktivis yang fokus pada isu kebebasan sipil dan HAM.
“Kegiatan ini bisa menjadi wujud giat demokrasi dan juga kebebasan sipil bagi mahasiswa, dosen serta akademisi lainnya agar tercipta iklim demokrasi yang lebih sehat dan kuat lagi di Kalimantan Selatan pada umumnya dan Banjarmasin pada khususnya,” ujarnya.
Ia berharap simposium ini menjadi agenda tahunan dan menjadi program resmi PUSHAM ULM di masa mendatang.


