Banua Tv, Banjarmasin – Perekonomian Kalimantan Selatan (Kalsel) menunjukkan kinerja stabil pada Semester I 2025 dengan pertumbuhan sebesar 4,81 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), hanya sedikit di bawah angka rata-rata nasional yang berada di 4,87 persen.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kalsel, Catur Ariyanto Widodo, menyatakan bahwa capaian ini merupakan bukti ketahanan ekonomi daerah, terutama di tengah tekanan global yang masih berlangsung.

“Stabilitas ini menjadi bukti bahwa pondasi ekonomi Kalsel cukup kuat, terutama dari sisi konsumsi dan sektor unggulan seperti pertambangan,” ujar Catur dalam konferensi pers di Banjarmasin, Jumat (1/8/2025).
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku (ADHB) Kalsel tercatat mencapai Rp70,86 triliun, sementara atas dasar harga konstan (ADHK) sebesar Rp38,24 triliun. Struktur ekonomi daerah masih didominasi oleh sektor pertambangan yang menyumbang 28,33 persen dari PDRB, serta konsumsi rumah tangga yang berkontribusi sebesar 48,55 persen.
Inflasi di Kalsel selama Juni 2025 pun masih terjaga dengan baik. Tingkat inflasi tercatat sebesar 0,23 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) dan 1,81 persen secara tahunan (yoy), sedikit di bawah angka inflasi nasional yang berada pada 1,87 persen.
Kabupaten Tanjung mencatatkan inflasi tertinggi sebesar 2,79 persen yoy, sementara Hulu Sungai Tengah mengalami deflasi sebesar 0,47 persen. Komoditas yang paling memengaruhi inflasi di antaranya emas perhiasan, minyak goreng, kopi bubuk, sigaret kretek mesin, dan ikan gabus. Sebaliknya, harga beras, daging ayam ras, ikan nila, telur ayam ras, serta tarif parkir justru mengalami penurunan.
Untuk menjaga kestabilan harga di masyarakat, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan menjalankan berbagai program pengendalian, seperti Gerakan Pasar Murah (GPM), pemberian subsidi pupuk batubara untuk komoditas padi dan jagung, serta subsidi angkutan pangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan Dinas Perhubungan.
Di sektor perdagangan luar negeri, neraca perdagangan Kalsel masih mengalami surplus pada Juni 2025, dengan nilai sebesar US$655,24 juta. Namun, angka ini mengalami penurunan sekitar 30,81 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, akibat menurunnya ekspor batubara dan lignit. Sementara itu, impor juga mengalami penurunan sebesar 36,5 persen.
Dari sisi pendapatan negara, realisasi penerimaan hingga Semester I 2025 mencapai Rp5,75 triliun atau setara dengan 26,08 persen dari target tahunan sebesar Rp22,04 triliun. Pendapatan ini didominasi oleh penerimaan perpajakan yang mencapai Rp4,48 triliun.
Selain itu, penerimaan dari kepabeanan dan cukai tercatat sebesar Rp450 miliar, yang mayoritas berasal dari Bea Keluar. Sementara itu, Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) mencapai Rp1,08 triliun yang terdiri dari PPh Impor dan PPN Impor.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga memberikan kontribusi signifikan dengan nilai sebesar Rp805,87 miliar. Dari jumlah tersebut, pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) menyumbang Rp211,39 miliar dan PNBP lainnya sebesar Rp594,48 miliar.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) turut menyumbang Rp13,78 miliar dari pengelolaan aset, piutang negara, dan kegiatan lelang.
“Capaian fiskal ini mencerminkan kinerja yang solid dari seluruh unit pengelola penerimaan di daerah,” terang Catur.
Ia menambahkan bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari pentingnya sinergi lintas sektor dan konsistensi kebijakan fiskal yang dijalankan bersama oleh pemerintah pusat dan daerah.
“Kami optimis, dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, perekonomian Kalsel akan terus tumbuh inklusif dan membawa manfaat nyata bagi masyarakat,” pungkasnya.